Mereka Yang Menantang Janjkematian Untuk Ke Sekolah - Bagi Template

Jumat, 20 Juni 2014

Mereka Yang Menantang Janjkematian Untuk Ke Sekolah

Ingatkan kalian waktu kecil, ketika masih duduk di dingklik sekolah dasar (SD)? Tentu masih cukup gampang untuk mengingat masa-masa yang penuh tanpa beban, bercanda dan bermain itu. Bagaimana senangnya kita berangkat sekolah untuk bertemu dengan teman dan mendapat pengetahuan baru. Mungkin dari kita dulu masih sempat mencicipi yang namanya sulit untuk sekolah, baik alasannya biaya atau lokasi sekolah yang jauh dan jalan yang masih sulit.

Beberapa waktu yang kemudian (13/11/2012) kita dibentuk tercengang dengan usaha bawah umur usia sekolah untuk pergi ke sekolahnya. Berita perihal bawah umur SD yang menyeberangi selebar 20 meter itu menghiasi  televisi dan koran nasional. Nasib menantang janjkematian untuk pergi ke sekolah ini dialami siswa SDN 10 Kayu Gadang di Jorong Lambung Bukik, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar. Mereka setiap hari harus mempertaruhkan nyawa ketika menghadapi arus deras Sungai Surantih untuk menuntut ilmu. Rasa takut dan was-was tidak menyurutkan semangat mereka untuk bersekolah.

 ketika masih duduk di dingklik sekolah dasar  Mereka yang Menantang Maut Untuk ke Sekolah

 ketika masih duduk di dingklik sekolah dasar  Mereka yang Menantang Maut Untuk ke Sekolah

Perjuangan yang menantang janjkematian untuk berangkat ke sekolah pun tidak hanya dialami oleh bawah umur di Pesisir Selatan. Sebelumnya (18/5/2011) juga ada siswa SDN Cicaringin 3, Kecamatan Gunung Kencana, Lebak, Banten yang harus meniti kawat baja menyeberang Sungai Ciliman untuk berangkat ke sekolah. Berita-berita perihal nasib bawah umur sekolah yang harus berjuang untuk menutut ilmu ini pun tidak hanya menjadi sorotan media nasional, tetapi juga media asing.

Mungkin juga masih ada banyak lagi usaha bawah umur Indonesia untuk mendapat haknya, yaitu pendidikan yang tidak terekam kamera. Memang masih ada sekitar 61 juta anak di banyak sekali belahan dunia belum menikmati pendidikan dasar. Kemiskinan dan konflik menjadi penyebab utama bawah umur itu belum menikmati pendidikan. Apakah juga mungkin termasuk konflik kepentingan yang menciptakan sarana dan prasarana pendidikan yang semestinya dibangun untuk fasilitas rakyatnya menjadi dikesampingkan.

Di Indonesia sendiri meskipun sudah dicanangkan wajib berguru sembilan tahun, tetapi masih ada sekitar 465.000 siswa SD yang putus sekolah tahun lalu. Adapun siswa SD yang tidak melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama sekitar 229.000 orang. Hampir 95 persen tempat kabupaten/kota di Indonesia kekurangan guru SD. Dapat dikatakan secara umum masih banyak terjadi kesenjangan pembangunan dan pendidikan di wilayah Indonesia.

Melihat bawah umur yang menatang janjkematian untuk berangkat ke sekolah menciptakan saya miris tetapi juga salut kepada mereka. Dengan keterbatasannya tidak mengecilkan semangatnya untuk menuntut ilmu, menghilangkan kebodohan. Sehingga tak ingin lagi membandingkan perilaku anggota dewan di ibu kota yang lebih suka melancong studi banding daripada melihat tempat asalnya, atau meminta perbaikan gedung tempatnya bekerja daripada memperbaiki jalan pemilihnya. Begitupun dengan para koruptor  yang memperkaya diri sendiri dengan mengambil hak orang lain. Tetapi kita akan berguru dari mereka, bawah umur yang menantang janjkematian untuk menuntut ilmu.

 ketika masih duduk di dingklik sekolah dasar  Mereka yang Menantang Maut Untuk ke Sekolah

Pelajaran bagi guru dan siswa

Dengan melihat bawah umur menyerupai itu, rasanya sedikit aib ketika terlambat mendapat proteksi harus berteriak-teriak apalagi mengurangi kinerjanya dalam melakukan kewajibannya. Bersyukurlah Bapak Ibu guru yang ditempatkan di kota, tidak perlu susah-susah ke sekolahnya, ataupun yang dipaksa dan terpaksa ditempatkan di tempat terpencil, kiprah kalian lebih bermakna. Tidak perlulah banyak mengeluh, apalagi menyerupai saya ini yang cuma 80km setiap hari perjalanan pulang pergi ke sekolah. Mereka menyeberang sungai selebar 20 m, itu menyerupai kita mandi lamanya. Makara berhentilah mengeluh dan mengutuk keadaan.

Untuk siswa, merasa bersyukurlah yang sekolahnya bersahabat dengan rumah, atau yang setiap hari diantar dengan sepeda motor hingga kendaraan beroda empat mewah. Di luar sana, masih ada bawah umur yang berangkat lebih pagi dan harus menyeberangi sungai yang mempertaruhkan keselamatannya. Mereka tidak pantang menyerah, maka menyerupai itulah pantang mengalah dalam belajar. Merka tidak sedang out bond, tetapi berjuang, sama menyerupai jagoan yang mengusir penjajah mereka berjuang untuk menghilangkan kebodohan untuk kemerdakaannya.

Sifat sosial masyarakat yang mulai berkurang

Dulu setiap ada pelajaran PMP, PPKn, PKn atau apapun itu namanya kita sering mendengar dan menulis "Gotong royong membangun jembatan". Bahkan ada celoteh, pokoknya kalau ada soal mata pelajaran tersebut jawabannya tidak jauh dari kalimat bersama-sama membangun jembatan. Apakah semua itu hanya pelajaran teori saja. Sepertinya kita harus berhenti terlalu berharap pada pemerintah, sebagai penggalan yang juga ikut kiprah serta, masyarakat juga bertanggung jawab akan keberhasilan pendidikan di daerahnya. Walau kita juga yakin, jikalau harus memabgun jembatan menyerupai diatas bukan perkara mudah, tetapi niscaya ada bentuk usaha yang lebih cerdas.

Bagian dari menuntut ilmu

Bagi yang bersahabat dengan kehidupan pesantren (agama) niscaya sering mendengar, jikalau seorang yang sedang menuntut ilmu itu harus rajin tirakat. Apakah ini sanggup dikatakan menyerupai itu? Jawabannya sanggup iya sanggup juga tidak. Bahwa untuk mendapat ilmu, perlu juga mendekatkan diri kepada tuhannya, kesusahan dan keterbatasan sanggup menciptakan orang lebih mengingat. Tetapi rasa was-wasan sanggup juga menciptakan mereka tidak sanggup konsen pada apa yang dipelajarinya. Apa komentar Anda?

Ini yaitu alur untuk orang yang sukses

Sering kita mendengar atau membaca, kalau orang-orang yang sukses dahulunya penuh keterbatasan. Mereka harus berjuang untuk mendapatakan sesuatu yang diinginkanya. Bisa jadi ini benar, ketika mereka harus berjuang dengan keterbatasannya membuatnya berguru banyak hal yang mungkin tidak diajarkan di sekolah, contohnya bagaimana mereka tidak putus asa, semangat, melihat peluang, dan peduli kepada sesama. Coba bandingkan dengan anak serba kecukupan, mereka cenderung manja, sehingga ketika harus menghadapi ujian hidup yang bekerjsama akan kalah. Keterbatasan dan semangat untuk meraih impian menjadi salah satu jalan untuk meraih sukses.

Pelajaran-pelajaran ini bukan menjadi alasan untuk tidak berubah lebih baik, biar saja pemimpin di tempat tersebut lebih terbuka mata dan telinganya untuk melihat kesulitan rakyatnya. Apa pelajaran yang Anda sanggup dari mereka yang menatang janjkematian untuk ke sekolah?
Sumber https://www.kurniasepta.com/
Comments


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)
Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done